Kumpulan Fakta, Informasi serta berbagai hal unik, aneh, lucu dan menarik lainnya. . .
Labels
Ajaib
(105)
Akhir Zaman
(12)
Akuntansi
(1)
Alam
(344)
Aneh
(896)
Anime
(19)
Asal Usul
(175)
Cerita
(73)
Cewek
(73)
Cowok
(37)
Design
(143)
Download
(7)
Ekonomi
(28)
Fakta
(2345)
Fenomena
(80)
fotografi
(74)
Games
(4)
Geografi
(53)
Gila
(92)
GO Green
(58)
Hebat
(669)
Hewan
(262)
Ilusi
(11)
Indah
(268)
Indonesia
(197)
informasi
(3209)
Inspirasi
(126)
Kamus
(2)
Kecantikan
(79)
kesehatan
(607)
Langka
(58)
lifestyle
(232)
Love
(3)
Lucu
(156)
Makanan
(115)
Mantap
(448)
Menakjubkan
(1400)
Misteri
(64)
Mitos
(39)
Movie
(1)
Otomotif
(59)
Parfum
(2)
Puzzle
(19)
Rapture
(2)
Relationship
(81)
Renungan
(27)
Resensi
(3)
Resep
(3)
Science
(190)
Seni
(93)
Serba 10
(442)
Sport
(99)
Teknologi
(391)
Tips
(768)
Travel
(101)
Trik
(471)
Unik
(1072)
Wallpapers
(1)
Friday, October 22, 2010
Temulawak Dipatenkan Asing
Zat aktif temulawak untuk obat lever, antikanker, serta jantung dipatenkan pihak asing di Amerika Serikat. Temulawak merupakan jenis tanaman asli Indonesia dan jika dijadikan sebagai zat aktif obat-obatan komersial, semestinya diatur pembagian manfaatnya.
”Ini bagian dari biopiracy (pembajakan sumber daya genetik) yang semestinya diatur benefit sharing atau pembagian manfaatnya,” kata Ketua Umum Perhimpunan Dokter Herbal Medik Indonesia (PDHMI) Hardhi Pranata, Selasa (19/10), pada Konferensi Internasional Tanaman Obat-obatan yang diselenggarakan 19-21 Oktober 2010 di Gedung Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Jakarta.
Hardhi mengatakan, ketiga obat herbal dari zat aktif temulawak (Curcuma xanthorrhiza) itu sejak dua atau tiga tahun terakhir diproduksi perusahaan obat di Indonesia dan sudah beredar di pasaran. Perusahaan itu pun terikat pendaftaran paten dari Amerika Serikat.
”Harga obat-obatan herbal itu sekarang 1.000 kali lipat lebih mahal daripada obat dengan bahan mentah yang sama yang sebenarnya sejak lama juga diproduksi di dalam negeri,” kata Hardhi.
Obat herbal yang diproduksi negara-negara lain dengan bahan mentah dari Indonesia telah menunjukkan naiknya kecenderungan minat masyarakat dunia terhadap obat herbal, tetapi Indonesia tidak siap melindungi sumber daya genetiknya.
”Tren pengobatan kembali kepada alam mulai diminati dan sebanyak 12 rumah sakit pun berhasil didorong supaya membuka klinik jamu,” kata Hardhi.
Ke-12 rumah sakit tersebut adalah Rumah Sakit Umum Sanglah, Bali; RS Kanker Dharmais, Jakarta; RS Persahabatan, Jakarta; dan RS Dr Soetomo, Surabaya.
Kemudian RS Wahidin, Makassar; RS Angkatan Laut Mintohardjo, Jakarta; RS Pirngadi, Medan; RS Syaiful Anwar, Malang; RS Dr Suharso, Solo; RS Dr Sardjito, Yogyakarta; RS Suraji, Klaten; dan RS Kandau, Manado.
Saintifikasi jamu
Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional pada Kementerian Kesehatan Indah Yuning Prapti mengatakan, saat ini masih ditempuh program saintifikasi jamu untuk memberikan bukti-bukti ilmiah terhadap isi atau kandungan jamu.
”Saintifikasi ini berkaitan dengan pemberian standar jamu kepada pasien, tetapi sekaligus pencapaian standar bahan-bahan herbal yang digunakan,” kata Indah.
Saat ini beredar sekitar 3.000 produk obat herbal di Indonesia. Menurut Indah, hanya sebagian kecil saja yang sudah teruji secara klinis melalui uji coba pada manusia dan dinyatakan sebagai fitofarmaka.
Deputi Kepala BPPT Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi Listyani Wijayanti mengatakan, saat ini Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) hanya menyatakan sebanyak lima jenis obat herbal sebagai fitofarmaka, yaitu obat-obatan herbal untuk imunomodulator atau kekebalan tubuh, hipertensi, rematik, diare, dan stamina khusus pria.
Hardhi mengatakan, pada 2007, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menginstruksikan supaya jamu digunakan untuk mengobati pasien oleh para dokter. Namun, harus diakui adanya kesulitan standar bagi dokter untuk meresepkan obat-obat herbal tersebut.
Proses saintifikasi jamu, menurut Hardhi, sekarang ini sangat menunjang tiga prinsip penyembuhan pasien, yaitu tepat dosis, tepat waktu, dan tepat pasien.
”Saintifikasi jamu mendukung pemanfaatan jamu tidak hanya preventif atau pencegahan saja, tetapi juga bisa untuk kuratif atau penyembuhan,” kata Hardhi.
Indah mengatakan, produksi jamu masih sering menghadapi persoalan kesinambungan bahan baku. Namun, sebagian petani produsen bahan baku jamu justru kerap mengeluhkan, bahan-bahan yang diproduksi tidak selalu terserap pasar.
http://www.indojunkers.com/index.php/topic,849.0.html
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Entri Populer
-
A. Dasar Hukum Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. PP No.5 Tahun 2021 tentang penye...
-
Guess how old is she... :D Look the answer below.... This girl is 22 years old. Can believe it? So amazing right? Really cute fa...
-
Mengintip Berbagai Jamur dari Jepang berikut ini,tapi ga semuanya bisa dimakan karna beracun. makanya kita harus tau mana yg aman b...
-
Jika Anda bertemu orang Belanda yang menuntun anjing di taman, kemungkinan binatang itu bernama Max, Luna atau mungkin Diesel. Karena itu...
-
"Saya justru mencari tahu mengapa merak jawa hijau masih ada," kata Jarwadi B Hernowo, peneliti dan dosen Jurusan Konservasi Sum...
No comments:
Post a Comment