Individu yang mengalami mutasi yang  menguntungkan pada leluhur manusia berhasil selamat dan berkembang biak.  Sesederhana itu.
Namun  setelah cukup lama berpikir,  ternyata keberadaan manusia di Bumi  sekarang tidak semata karena  evolusi. Bila ditarik garis ke belakang,  ke masa lalu, maka ada  serentetan peristiwa luar biasa yang menandai  kehadiran kita di Bumi.  Mari kita telusuri ke masa lalu, apa saja yang  menyebabkan mengapa  manusia ada.
Karena adanya Kekacauan
What?  Tapi itu benar. Kita ada karena  dunia ini kacau. Fenomena ini  dijelaskan oleh teori Chaos yang terkenal  dengan istilah Butterfly  Effectnya. Pada dasarnya teori Chaos  mengatakan, sedikit saja gangguan  pada sebuah sistem chaos, maka akan  terjadi perubahan perilaku yang  drastis. Ambil contoh begini, bayangkan  kalau hidung Cleopatra sedikit  saja lebih pesek atau sepatu kuda raja  Richard III kurang satu,  kerajaan dapat runtuh, dan dunia akan sangat  berbeda dari sekarang.  Inilah efek kupu-kupu, sesuatu yang sepele,  ternyata bisa berakibat  besar. Para ilmuan mengamatinya pada sistem  cuaca. Sedikit saja suhu di  naikkan, atau kelembaban udara turun satu  angka pada posisi desimal,  maka cuaca menjadi berubah drastis.  Analoginya seperti meletakkan satu  demi satu bulu di atas jembatan.  Suatu saat, entah itu kapan, kamu  cukup meletakkan satu bulu, dan  tiba-tiba jembatan menjadi runtuh  karena bebannya terlampaui. Karenanya,  kita ada sekarang, dipengaruhi  oleh begitu banyak kekacauan di masa  lalu, berbagai peristiwa kecil  yang terlihat sepele namun berdampak luas  bagi hidup kita.
Dari  tak terhitung kekacauan yang  terjadi di dalam sejarah, tentunya ada  peristiwa yang sangat kacau dan  peristiwa yang tidak terlalu kacau.  Sebagai contoh, suhu di malam orang  tua saya ML menentukan keberadaan  saya. Jika sedikit saja lebih dingin,  saya tidak akan ada. Tapi tetap  ada manusia toh? Walaupun bukan saya,  tapi ia tetap mirip orang tua  saya, dan mungkin mirip saya. Dia tidak  akan mirip dengan, katakanlah  Zebra. Tentunya ada sebuah saat dimana  kekacauan lebih berpotensi  menghasilkan kita daripada kekacauan jenis  lainnya. Jadi, mari kita  tanyakan kembali, mengapa manusia ada?
Karena Ada Danau Toba
Anda mungkin sudah membaca tulisan kami  tentang asal  usul Danau Toba.  Disana kita sudah jelaskan peran letusan Toba  terhadap evolusi  manusia. Danau Toba dulunya adalah supervolcano. Ia  meletus sekitar 85  ribu tahun lalu dan mempengaruhi Asia dan Afrika.  Saat itu leluhur  manusia kita hidup kurang lebih stabil. Tapi dengan  adanya letusan  Toba, mereka dipaksa untuk beradaptasi, atau mati. Kita  diambang  kepunahan waktu itu. Seandainya para leluhur tidak mampu  beradaptasi,  kita tidak akan ada di sini.
Saat  itu daerah subur merupakan harta  karun bagi leluhur. Para leluhur  berkompetisi dengan sesama mereka  maupun dengan primata lainnya.  Inovasi seperti alat batu dan alat tulang  merupakan hal yang berharga.  Alat membantu kita mendapatkan makanan  jenis baru. Bayangkan sebuah  kayu panjang yang dapat menjatuhkan mangga  atau cangkul untuk menggali  umbi-umbian.
Dengan  banyaknya tekanan seleksi yang  menggoyang evolusi kita, perlahan  leluhur mulai berubah. Ucapan mereka,  misalnya, dulu hanya sederhana,  mungkin hanya ah ih uh. Lama kelamaan  menjadi kompleks, dan membentuk  bahasa kita. Dengan bahasa,  gagasan-gagasan dapat lebih luas, cakrawala  lebih lebar dan lebih  sedikit kesalahpahaman.  Mutasi pada gen  pembentuk otak mengakibatkan  beberapa leluhur mampu melakukan  vokalisasi yang lebih kompleks.  Keturunannya mampu berbicara dengan  kosakata lebih banyak dan fleksibel  dan meledakkan kendala komunikasi  interpersonal. Bahasa telah muncul.

Tikus   memiliki gen yang mempengaruhi ucapan dan bahasa manusia, sebuah   petunjuk kalau leluhur kita telah memiliki gen ini semenjak zaman   dinosaurus
Tapi saat ini  manusia sudah ada.  Karenanya, mengapa manusia ada belum terjawab.  Terjadinya letusan Toba  mungkin menjawab pertanyaan, mengapa manusia  memiliki teknologi, mengapa  kita tidak seperti manusia purba, tapi  tidak banyak perbedaan antara  manusia sekarang dengan 70 ribu tahun  lalu. Kita masih satu spesies,  sama-sama Homo sapiens. Jadi, mengapa manusia ada?
Karena Pohon sedikit
Sebelum  sekitar 20 juta tahun lalu,  Afrika Timur dipenuhi hutan rimba tropis  mirip Amazon. Leluhur kita  berlompatan di pepohonan, menikmati lebatnya  pepohonan. Kemudian Bumi  bergerak, magma di bagian bawah Ethiopia  Utara menggeser perlahan. Dalam  15 juta tahun kemudian, dua pegunungan  raksasa terbentuk dari utara ke  selatan, masing-masing dengan tinggi 2  kilometer dari utara ke selatan.  Dari Timur, angin yang datang dari  Samudera Hindia ditolak balik oleh  pegunungan ini. Dari Barat, angin  yang datang dari Samudera Atlantik dan  Kongo di tolak balik, juga oleh  pegunungan ini.  Akibatnya, curah hujan  menurun. Hutan rimba perlahan  berubah menjadi padang rumput yang luas.
Bagi  leluhur kita, tinggal di pohon  tidak lagi nyaman. Pohon sedikit dan  populasi mereka bertambah.  Berdesakan di pohon tidaklah baik. Kadang  ada yang jatuh dan tewas. Ada  banyak jalan sebenarnya, tapi kebetulan,  sebuah mutasi memungkinkan  leluhur untuk dapat berjalan, bukannya  berayun di pepohonan. Kemampuan  berjalan memberi banyak kemudahan. Dan  tibalah saat itu, 6 juta tahun  lalu, sebuah spesies primata belajar  berdiri dan berjalan dengan dua  kaki.
Lingkungan  yang berubah cepat berarti  evolusi primata ini tidak berhenti sampai  disini. Sekitar 2.5 juta tahun  lalu, evolusi mengambil dua jalan.  Pertama menuju otak yang lebih besar  agar dapat mencari cara lebih baik  untuk beradaptasi, kedua dengan  mengembangkan rahang yang lebih besar  untuk memakan biji dan umbi yang  keras. Strategi pertama memiliki  kekuatan terbesar. Manusia dengan  rahang besar punah, sementara manusia  dengan otak besar, Homo habilis,  bertahan. Dialah leluhur semua  manusia di Bumi sekarang.
Saat  ini jawaban kita pada pertanyaan:  Mengapa manusia ada, adalah karena  pepohonan sedikit. Leluhur kita hidup  di pohon, tanpa pohon mereka  harus beradaptasi, atau mati. Lalu mengapa  leluhur yang hidup di pohon  ini ada? Mengapa primata ada?
Karena dinosaurus punah
Meteor  raksasa yang pernah kami bahas  dalam dampak tumbukan meteor, yang kita  simulasikan jatuh di Bandung dan  menghabisi umat manusia, jatuh  sekitar 100 juta tahun sekali. Tapi  justru keberadaan kita mungkin  disebabkan peristiwa yang sama, 65 juta  tahun lalu.
Saat  itu, sebuah asteroid berdiameter 10  kilometer menghantam semenanjung  Yucatan di Meksiko masa kini. Karbon  dan gas kaya belerang dari lapisan  batuan yang terhantam mencuat ke  angkasa yang terbakar, langit  menghitam, Bumi mendingin dan hujan asam  mengguyur. Dalam beberapa  bulan, seluruh spesies dinosaurus punah.  Begitu juga beberapa spesies  reptil di lautan dan udara, amonita,  sebagian besar burung dan tanaman  darat.
Separuh spesies mamalia  ikut punah. Yang  bertahan hidup adalah mereka yang paling kecil dan  lincah, berlarian  bersembunyi di balik batuan dan reruntuhan. Mereka  pemakan bangkai dan  justru senang melihat punahnya dinosaurus. Di satu  sisi mereka tidak  memiliki predator, di sisi lain, bangkai dinosaurus  berserakan di  mana-mana. Sebuah pesta besar bagi mamalia kecil. Dalam  waktu singkat,  mamalia berkembang biak, meluas di sekitar ekosistem air  tawar.
Merekalah para pewaris  bumi. Mamalia  menggantikan kekuasaan dinosaurus di darat dan kemudian  di laut. Kita  belum menguasai udara. Burung lebih cepat ke sana,  sementara kelelawar  tidak terlalu mampu.
10  juta tahun setelah kepunahan  dinosaurus, mamalia menjalari segala  jenis niche di darat, dengan  berbagai jenis adaptasinya, salah satunya  di pepohonan, seperti leluhur  kita. Tapi, kenapa dinosaurus, mamalia  dan semua hewan yang disebutkan  di atas ada?
Karena Pemanasan Global
800  juta tahun lalu, seluruh daratan di  Bumi tersatukan dalam superbenua  Rodinia. Super benua ini mulai retak,  rusak di setiap pijakannya,  akibat aktivitas magma. Dari retakan-retakan  tersebut melepaskan gas  yang mempengaruhi cuaca sehingga udara lebih  dinamis dari sebelumnya.  Samudera dipenuhi nutrisi, sama halnya dengan  suburnya daerah sekitar  gunung berapi sekarang. Populasi Cyanobacteria  meledak. Karena  cyanobacteria adalah bakteri fotosintesis,   maka ini berarti terjadi ledakan oksigen di mana-mana. Sampah   fotosintesis ini menjalari atmosfer Bumi. Ya, oksigen adalah sampah. Ia   hasil buangan dari proses fotosintesis tumbuhan.
Fotosintesis  membutuhkan karbon  dioksida. Akibatnya, karbon dioksida disedot dari  Bumi oleh para  cyanobacteria. Bumi pun mengalami pendinginan global.  Sebuah periode  yang disebut ilmuan “snowball earth”. Mahluk-mahluk ber  sel satu  menggigil kedinginan dan mati, beberapa ber evolusi,  memunculkan tipe  sel baru yang lebih kompleks.
Mereka  adalah ganggang hijau dan lumut  kerak. Perlahan mereka berusaha hidup  di daratan. Keseimbangan tercapai  saat banyak cyanobacteria sendiri  mati. Karbon dioksida kembali  bertambah. Mulailah pemanasan global.
635  juta tahun lalu, pemanasan global  membuat Bumi yang tertutup salju  mulai mencair. Es menarik diri dari  khatulistiwa menuju ke kutub.  Daratan terbuka dan para lumut kerak  bergembira. Mereka menancapkan  akarnya (hifa) di bebatuan. Pelapukan  biologi, kimia dan fisika terjadi  di daratan dan mengubah batuan menjadi  tanah. Sisa pelapukan terbasuh  dari daratan ke lautan, dan lautan ikut  merasakan kegembiraan atas  limpahan nutrisi.
Lumut kerak  terus memangsa batuan dan  aliran nutrisi ke lautan terus menjejalkan  kenikmatan pada para bakteri  fotosintesis. Oksigen pun melonjak kembali  hingga pada persentase  sekarang.
580  juta tahun lalu, leluhur hewan  pertama muncul, lalu leluhur tanaman  berdaun. Mereka pada gilirannya  kelak akan memiliki keturunan yang  dapat berdiri di tepi pantai,  menghirup segarnya udara yang dibawakan  angin laut.

Pantai   British Columbia memberi petunjuk kalau sebagian besar organisme  lenyap  dalam kepunahan global sekitar 252 juta tahun lalu
Sekarang pertanyaannya adalah, mengapa  ada ganggang hijau dan lumut kerak?
Karena ada Benturan dua mikroba
Kehidupan di bumi didominasi dua jenis  sel: prokariota   (bakteri dan arkea) yang hanyalah sebuah tas kimiawi, dan eukariota,   sel dengan berbagai perlengkapan tempur untuk hidup lebih baik (selaput   internal, sistem rangka dan transportasi). Bakteri terbesar di dunia   hanyalah kurang dari satu milimeter, tapi sel eukariota terbesar (telur)   bisa mencapai hampir satu meter. Para bakteri hanya mampu paling bisa   membuat untai sel-sel sejenis dirinya, tapi sel eukariota mampu bekerja   sama membuat segalanya mulai dari otak, daun, tulang dan kayu.
2  miliar tahun lalu, yang ada hanyalah  bakteri dan arkea. Keduanya  adalah prokariota. Lalu kejadian aneh  terjadi. Seekor arkea yang  sedikit berbeda dari leluhurnya berbenturan  dengan seekor bakteri.  Proses kimia membuat mereka berikatan dan tidak  dapat lepas. Merekapun  bersimbiosis, dan jadilah eukariota pertama. Sang  Bakteri itu sendiri  bertugas sebagai pembangkit energi sel. Ia ber  evolusi menjadi  mitokondria.
Istilah simbiosis di  dalam sel tersebut  adalah endosimbiosis. Kloroplas misalnya, dulu  adalah bakteri  fotosintesis yang hidup bebas. Ia ikut serta dalam  parade sel jenis  baru. Satu demi satu kelompok kerjasama ini terbentuk  dan hidup bersama  bentuk-bentuk sel tunggal di lautan. Bedanya, sel  eukariota mampu  bekerja sama dengan sel eukariota lain, membentuk apa  yang kita sebut  mahluk multiseluler.
Lalu, kenapa ada bakteri dan arkea?
Karena Bumi disiram dengan bom
Misi  ke bulan memberikan kejutan bagi  kita. Kawah-kawah raksasa di sana  ternyata usianya sama. Usia mereka 3.9  miliar tahun. Apa artinya ini?  Ini berarti 3.9 miliar tahun lalu  terjadi sebuah pengeboman  besar-besaran di Bulan. Sangat jelas kalau ini  juga berarti hal yang  sama terjadi di Bumi. Bumi lebih besar, hanya  saja kawahnya habis  terkikis proses dinamika planet ini.

Planet   Gliese 581 e dengan massa sekitar 1.9 kali bumi, planet paling  mendekati  Bumi dalam massa yang sudah ditemukan, berjarak 20.5 tahun  cahaya
Tidak jelas mengapa  terjadi peristiwa  pengeboman saat itu. Ada yang menduga kalau terjadi  resonansi gravitasi  di empat planet raksasa: Yupiter, saturnus, uranus  dan Neptunus. Posisi  orbit mereka sedemikian rupa sehingga keseimbangan  diantaranya terganggu  sebentar. Akibatnya, asteroid-asteroid tak  berdaya di sekitarnya  terlontar ke tata surya dalam, termasuk Bumi.

Dengan  berbagai metode, seperti metode SDI disini, para ilmuan menemukan banyak   tata surya baru di taburan bintang
Sangat  mungkin kalau diantara bom-bom  raksasa penghajar Bumi itu salah  satunya atau beberapa adalah komet.  Mereka terbentuk jauh lebih dalam  di pinggiran tata surya dan karenanya  membawa air beku di dalam  perutnya. Air tersebut terbongkar saat mereka  menghantam Bumi dan  menjadi air pertama di Bumi.
Saat  pengeboman berakhir, wajah Bumi  benar-benar kacau. Berantakan dengan  berbagai kawah berisi lahar di  mana-mana. Seiring waktu, orbit stabil  dan Bumi mendingin. Di dalam  kawah-kawah saksi bisu tumbukan kejam itu,  mulailah air dari komet  mencair dan menjadi oasis-oasis tempat  lahirnya kehidupan pertama di  planet Bumi.
Bila  sebelum pengeboman terjadi ternyata  sudah ada kehidupan di Bumi, maka  pengeboman tersebut mungkin menyapu  kehidupan, menyisakan  bakteri-bakteri yang paling tahan terhadap panas.  Kita melihat bukti  ini dari bulan. Lalu kenapa bulan ada?
Karena Bumi ditampar
4.5  miliar tahun lalu, bumi hanyalah  bayi planet yang rentan. Sementara di  mana-mana berterbangan bebatuan  raksasa yang tidak jelas arahnya. Satu  di antaranya menampar bumi. Sang  penampar berukuran lebih kecil. Saat  ia menghantam Bumi, sebagian  dirinya tertanam di planet ini, sebagian  lagi terlontar balik ke luar  angkasa. Inilah bulan, yang engkau lihat  di langit malam.
Pasangan  Bumi-Bulan tidak ada bandingnya  di Tata Surya. Planet lain punya  satelit yang jauh lebih kecil darinya.  Tidak heran Yupiter sang raksasa  punya puluhan satelit. Mereka umumnya  berasal dari batu-batu kecil  yang terjebak di titik gravitasi dan  menumpuk, atau berasal dari batuan  yang lewat terlalu dekat dengan  planet hingga tertarik dan tak dapat  lepas.
Keberadaan  Bulan mencegah perubahan liar  dalam pola pemanasan Matahari di  permukaan Bumi. Akibatnya Bumi tidak  mengalami ayunan iklim yang ganas.  Bumi juga tidak mengalami perubahan  suhu yang drastis dimana Bumi  membeku sepenuhnya. Kondisi yang ideal  untuk berkembangnya kehidupan.
Selanjutnya, kenapa ada Bumi, Bulan  dan Matahari, dan planet-planet di Tata Surya?
Karena ada Bintang yang Meledak
Alam  semesta dipenuhi hidrogen, helium  dan debu di mana-mana. 4.6 miliar  tahun lalu, Salah satu pojok yang  padat dengan adukan ini mendapatkan  limpahan energi. Petunjuknya datang  dari meteorit. Berbeda dengan  batuan asli planet Bumi, meteorit nyaris  tidak berubah semenjak ia  diremas saat Tata Surya terbentuk. Meteorit  tua ditemukan mengandung  banyak besi-60, sebuah isotop radioaktif berat.  Hanya ada sedikit  sekali fenomena yang bisa menyebabkan isotop ini  terbentuk di  antariksa. Yang paling mungkin adalah supernova. Ledakan  bintang  raksasa. Ia ibarat goresan korek api untuk menyalakan sumbu bom  evolusi  di Tata Surya. Awan gas yang merupakan adukan hidrogen, helium  dan  debu kita terusik dan terkompres. Teori lain mengatakan kalau tidak  lah  perlu supernova. Bukti menunjukkan sambaran angin bintang raksasa  yang  cukup dekat dengan awan gas ini dapat memicu pembentukan Tata  Surya.  Bintang tersebut sendiri mungkin sudah berjalan dalam orbitnya  entah  kemana, menyisakan tungku bintang menyala di tengah awan gas yang  baru  di ganggunya. Dan terbentuklah matahari, bersama planet-planetnya.
Lalu mengapa bahan seperti hidrogen,  helium dan debu itu ada? Dengan kata lain, mengapa materi ada?
Karena Tidak Segalanya diciptakan Berpasangan
Bila  segalanya berpasangan, maka tidak  akan ada materi. Idealnya setiap  partikel yang tercipta dalam Big Bang  memiliki anti partikel. Saat  keduanya bertemu, terjadi penghancuran satu  sama lain, dan dua foton  energi tinggi saja yang tersisa. Alam semesta  seharusnya berisi lautan  cahaya. Itu saja.
Memang  ada sedikit kecenderungan ke  arah satu sisi saat penghancuran diri  partikel vs anti partikel. Tapi  hal ini sangat tidak cukup menjelaskan  kelimpahan materi di alam semesta  sekarang. Entah mengapa tidak semua  partikel memiliki anti partikel  saat Big Bang, 13.75 miliar tahun lalu.  Menurut para ahli fisika  teoritis, tampaknya alam semesta kita  kebetulan memiliki variabel yang  sedikit memungkinkan materi. Ia cukup  untuk membuat materi ada tapi  tidak cukup untuk membuat seluruhnya  materi (tanpa cahaya). Dalam tak  terhingga alam semesta, ada yang  seluruhnya lubang hitam, ada yang  seluruhnya cahaya, ada sedikit yang  mengandung materi dan cahaya. Salah  satunya alam semesta kita.
Jadi, mengapa alam semesta seluas ini?
Karena Alam Semesta Berinflasi
Cukup  0.000 000 000 000 001 detik mundur  dari saat anihilasi materi – anti  materi kita sebelumnya. Bila model  semesta inflasi benar, maka saat ini  alam semesta diselubungi medan  inflasi yang mengendalikan ekspansi  eksponensial alam semesta hanya  dalam periode 10-32 detik. Ia merentangkan alam semesta kita  menjadi datar dan seragam.
Pengembangan  mendadak ini dipengaruhi  efek kuantum. Gejolak kuantum membuat satu  daerah sedikit lebih padat  dari daerah lainnya. Hasilnya adalah  bolongan-bolongan di alam semesta  kita, yang disebut void. Seratus juta  tahun cahaya ke segala arah kita,  ada daerah kosong yang begitu besar,  gelap, tanpa galaksi, tanpa  bintang. Bila variasi ini sedikit saja  lebih kecil, maka kita tidak akan  ada.
Semua  variasi ini tampaknya acak dan  sebagian besar fisikawan percaya kalau  fluktuasi kuantum sama sekali  tidak memiliki sebab. Ia adalah sifat  dasar alam semesta.
Pada akhirnya adalah pertanyaan mengapa  alam semesta ada?
Tidak ada satu orang pun yang Tahu
Ya.  Ini tampaknya jawaban yang tidak  diinginkan. Kita memang ingin tahu.  Tapi sains tidak dapat menjawabnya.  Sains cukup berbesar hati, dengan  segala metode dan teknologi paling  maju dan otak paling brilian di alam  semesta, kita belum tahu mengapa  alam semesta ada. Yang kita punya  hanyalah setumpuk karya ilmiah fisika  teoritis tanpa bukti  eksperimental sama sekali. Memang kita berusaha,  para ilmuan sibuk  menguji model standar di LHC dan  laboratorium-laboratorium. Mereka juga  menatap ke antariksa dengan  berbagai teleskop super tajam.
Beberapa  dari kita tampak gatal untuk  menjawab tanpa pengetahuan. Seorang teman  mengatakan, karena Tuhan ada.  ia menciptakan alam semesta. Hal ini  saya katakan kurang pengetahuan  karena well, memang tidak memerlukan  pengetahuan untuk mengatakan hal  tersebut. Ambil contoh petir. Jaman  dahulu orang tidak tahu tentang  petir, maka mereka mengatakan Tuhan  sedang marah. Sekarang kita tahu  kalau petir adalah peristiwa alam  biasa.
Begitu pula fenomena Big  Bang. Apa yang  kita tahu adalah alam semesta mengembang ke segala arah.  Karenanya bila  dimundurkan ke masa lalu, ia akan berukuran sangat  kecil. Sedemikian  kecil hingga satu titik dimana hukum fisika yang kita  ketahui runtuh.  Suatu yang disebut skala Planck yang terdiri dari  panjang minimum dan  waktu minimum (panjang Planck dan waktu Planck)
Bagaimana  alam semesta pada panjang  lebih kecil dari panjang Planck? Bagaimana  alam semesta sebelum waktu  Planck? Inilah dimana pengetahuan kita  kurang. Kita belum cukup pandai.  Yang dibutuhkan adalah pengetahuan  yang lebih banyak, bukannya menjawab  tanpa pengetahuan.
Para  ilmuan paling brilian berdebat  tentang apa yang ada dalam skala  Planck. Ada yang bilang kalau ruang,  waktu, dan hukum fisika berada  dalam singularitas dimana segalanya  muncul dari ketiadaan. Ada juga  yang bilang kalau alam semesta kembali  mengembang dalam siklus kembang –  kempis tiada akhir (osilasi).
Jika  seandainya Tuhan menciptakan alam  semesta, lalu siapa menciptakan  Tuhan? Sejauh yang kita tahu, alam  semesta bukan hanya ada satu. Ada  tak terhingga alam semesta. Apakah  Tuhan juga menciptakan tak terhingga  banyaknya alam semesta tersebut?  Ataukah Ia ada di salah satu alam  semesta? Apakah ia mengikuti hukum  fisika ataukah ia membuat hukum  fisika? Lalu dengan hukum apa ia  membuatnya? Dst dst
Seperti  yang anda lihat. Solusi Tuhan  adalah sebuah jalan buntu. Tidak ada  lagi kegembiraan akan penemuan  baru, dan tidak ada lagi semangat  petualangan ilmiah. Ketiadaan ilmu,  itulah yang dicerminkan dari solusi  Tuhan.
Mungkin benar apa yang  dikatakan Stephen  Hawking, alam semesta ada karena adanya hukum dasar  fisika seperti  gravitasi. Setiap saat tercipta alam semesta dengan  segala variasi yang  mungkin ada, saling bertumpuk  satu di dalam yang  lain. Sekarang dengan  semangat inkuiri kita, kita bisa berjuang mencari  alam semesta lain  tersebut, dan bahkan mungkin membuat alam semesta  kita sendiri di lab.

Profesor   Filsafat Mark Tegmark berpendapat kalau jumlah alam semesta bukan  hanya  tak terhingga, tapi meliputi semua ruang matematik yang mungkin  dalam  keabadian tiada awal dan tiada akhir
Apakah  sekarang anda masih bertanya dari  mana hukum tersebut ada? Pelajarilah  hukumnya sebelum bertanya ia  datang dari mana. Ia adalah batas  tertinggi logika kita, dan sekarang  kita sedang mendakinya. Mungkin  anda akan menyadari kalau hukum demikian  tidak mungkin diciptakan. Sama  tidak mungkinnnya dengan memasukkan  gajah afrika kedalam telur ayam.
[faktailmiah]
http://gegares.blogspot.com/2010/10/12-sebab-adanya-manusia-dibumi.html
http://gegares.blogspot.com/2010/10/12-sebab-adanya-manusia-dibumi.html






 
 

 
 
No comments:
Post a Comment