Labels

Ajaib (105) Akhir Zaman (12) Akuntansi (1) Alam (344) Aneh (896) Anime (19) Asal Usul (175) Cerita (73) Cewek (73) Cowok (37) Design (143) Download (7) Ekonomi (28) Fakta (2345) Fenomena (80) fotografi (74) Games (4) Geografi (53) Gila (92) GO Green (58) Hebat (669) Hewan (262) Ilusi (11) Indah (268) Indonesia (197) informasi (3209) Inspirasi (126) Kamus (2) Kecantikan (79) kesehatan (607) Langka (58) lifestyle (232) Love (3) Lucu (156) Makanan (115) Mantap (448) Menakjubkan (1400) Misteri (64) Mitos (39) Movie (1) Otomotif (59) Parfum (2) Puzzle (19) Rapture (2) Relationship (81) Renungan (27) Resensi (3) Resep (3) Science (190) Seni (93) Serba 10 (442) Sport (99) Teknologi (391) Tips (768) Travel (101) Trik (471) Unik (1072) Wallpapers (1)

Monday, October 3, 2011

Batik Itu Teknik, Bukan Motif



Surabaya (beritajatim.com) - Seorang host di acara TV nasional siang ini berkomentar di televisi, "Selamat Hari Batik Nasional! Semoga batik semakin terkenal. Semoga ketika orang melihat batik, orang akan mengatakan Indonesia!"

Komentar tersebut bisa jadi benar. Sejak diresmikan sebagai warisan kebudayaan dunia oleh UNESCO, antusiasme masyarakat tentang batik meningkat. Image batik membaik, tak ada lagi orang yang gengsi memakai baju tersebut. Batik kini adalah sebuah kebanggaan.

Andreas Pandu Setiawan, seorang dosen sekaligus pecinta seni, juga mengatakan makin banyak orang yang ingin belajar membatik, bahkan instansi pemerintah. Namun, ia menyayangkan adanya degradasi seni akan popularitas batik.

"Masyarakat itu banyak yang mengalami pembodohan dan kekeliruan. Banyak orang yang salah kaprah, menganggap batik adalah motif. Batik itu teknik, menggunakan canting dan lilin. Hanya batik tulis dan batik cap saja yang layak disebut sebagai batik," tutur Pandu, Senin (3/10/2011).

Ia melihat banyak sekali industri tekstil yang menciptakan batik printing. Padahal, itu hanya motif yang dicetak di atas kain tekstil dan disebut batik. Pantasnya, baju–baju sejenis itu disebut dengan baju bermotif flora, fauna, atau motif lain sesuai dengan yang tercetak. Pandu menduga, salah kaprah ini akibat industrialisasi yang memanfaatkan euforia masyarakat.

Popularitas ini juga semakin meningkatkan kuantitas pembatik di kalangan ekonomi mikro. Namun peningkatan ini tidak diiringi dengan penghargaan seni terhadap batik. Batik masih dianggap sebagai komoditas, belum dihargai sebagai bentuk seni. Inilah yang menyebabkan 'batik printing' laku keras di pasaran dan salah kaprah pun semakin merajalela.

"Seni itu belum menjadi kebutuhan bagi masyarakat kita, masih tergolong tersier. Kain itu kebutuhan pokok, namun kain batik itu masih tersier," ungkap Pandu.

Ia tidak hanya mengkritik, Pandu juga rindu untuk membenarkan salah kaprah tersebut. Semoga suatu hari nanti, masyarakat Indonesia tidak sembarangan menyebut kain tekstil sebagai batik, namun betul–betul bisa menghargai budaya batik yang sesungguhnya. [vas/kun]

No comments:

Post a Comment

Related Posts with Thumbnails

Entri Populer