Labels

Ajaib (105) Akhir Zaman (12) Akuntansi (1) Alam (344) Aneh (896) Anime (19) Asal Usul (175) Cerita (73) Cewek (73) Cowok (37) Design (143) Download (7) Ekonomi (28) Fakta (2345) Fenomena (80) fotografi (74) Games (4) Geografi (53) Gila (92) GO Green (58) Hebat (669) Hewan (262) Ilusi (11) Indah (268) Indonesia (197) informasi (3209) Inspirasi (126) Kamus (2) Kecantikan (79) kesehatan (607) Langka (58) lifestyle (232) Love (3) Lucu (156) Makanan (115) Mantap (448) Menakjubkan (1400) Misteri (64) Mitos (39) Movie (1) Otomotif (59) Parfum (2) Puzzle (19) Rapture (2) Relationship (81) Renungan (27) Resensi (3) Resep (3) Science (190) Seni (93) Serba 10 (442) Sport (99) Teknologi (391) Tips (768) Travel (101) Trik (471) Unik (1072) Wallpapers (1)

Saturday, August 14, 2010

Redenominasi, Langkah Kesetaraan Rupiah-Dolar

Seorang warga Batam hendak menyeberang ke Singapura, dia membeli tiket pergi pulang (pp) untuk feri penyeberangan dan langsung chek-in, harga yang harus dibayarnya 28 dolar Singapura sudah termasuk seaport tax dari Batam. Karena ia tak membawa dolar maka pembayaran dengan rupiah, dengan kurs Rp6.500 per 1 dolar Singapura maka jumlah pembayaran adalah = 28 X Rp6.500 = Rp182.000.

Coba perhatikan alangkah tak sebandingnya angka 28 dolar Singapura dengan angka Rp182.000. Ini bisa terjadi karena penulisan angka rupiah itu terlalu besar sehingga perlu disederhanakan (redenominasi). Seandainya dilakukan penyederhanaan dengan membuang tiga angka nol, penulisan nilai transaksi di atas menjadi Rp182 setara dengan 28 dolar Singapura, atau nilai tukar 1 dolar Singapura menjadi Rp6,50 (enam rupiah lima puluh sen). Tak terlalu jauh perbedaannya, tak terlalu jomplang dan baru terasa ada kesetaraan.

Demikian pula ketika seorang ibu rumah tangga berbelanja tas branded di Batam, ibu tersebut harus membayar Rp2.750.000 (harga setelah diskon). Sementara itu, temannya membeli tas yang sama di Singapura hanya 423 dolar Singapura (kurs 1 dolar Singapura per Rp6.500). Selanjutnya, saudara ibu tadi juga membeli tas yang sama di Kuala Lumpur harganya 963 Ringgit (kurs 1 Ringgit Malaysia per Rp2.856), beda lagi ketika anaknya membeli tas yang sama di New York dengan harga 306 dolar AS (kurs 1 dolar Amerika per Rp8.977).

Perhatikan dan bandingkanlah dengan tiga mata uang asing itu (Dolar Singapura, Dolar AS, Ringgit) betapa rendahnya nilai mata uang kita. Hanya untuk membeli sebuah tas branded rupiah harus dikeluarkan dalam jumlah jutaan. Sedangkan dengan mata uang asing cukup dalam jumlah ratusan saja. Kalau dilakukan redenominasi menghilangkan tiga nol, transaksi di atas dengan rupiah cukup Rp2.750. Jumlah 2.750 dibanding 306 dan 423 serta 963 tidak terlalu jauh bedanya, kalau dari segi digit dihitung uang asing tiga digit dan rupiah empat digit. Di sini ada kesetaraan. Dalam pergaulan global kesetaraan nilai mata uang menjadi kebanggaan antar bangsa.

Ada cerita lucu dalam sebuah pertemuan antar-mahasiswa ASEAN di Singapura. Paket meeting tak termasuk lunch (makan siang) sehingga setiap tamu diminta membayar makan siang masing-masing dengan mata uang sendiri. Mahasiswa Singapura lunch bayar 15 dolar Singapura, mahasiswa Malaysia lunch bayar 34 Ringgit, mahasiswa Thailand lunch bayar THB352, mahasiswa Filipina lunch bayar PHP484, mahasiswa Brunai lunch bayar BND16, dan begitu seterusnya.

Ketika giliran mahasiswa Indonesia lunch dia bayar Rp97.500. Ha ha ha, mahasiswa lain pada tertawa dan mengatakan mahasiswa Indonesia loba makannya banyak, sebab orang-orang bayarnya puluhan dan ratusan dia bayarnya puluhan ribu. Weleh weleh, terang saja mahasiswa Indonesia jadi tersipu malu karena tahu kawan-kawannya tadi sebetulnya menyindir sebab nilai rupiah terlalu rendah di luar negeri. Seandainya dilakukan redenominasi menghilangkan tiga nol maka kondisi tadi jadi lain, mahasiswa Indonesia cukup bayar Rp97,50 (sembilan puluh tujuh rupiah lima puluh sen) saja, ini baru ada kesetaraan namanya.

Lain lagi cerita pemain bola professional Brazil yang bermain di Liga Indonesia. Ketika pulang kampung dia bertemu dengan teman-temannya yang bermain di Liga Eropa, lalu masing-masing menceritakan pengalamannya. Ronaldinho (Barcelona) murung karena bayarannya turun tahun depan jadi EUR2.000.000. Ronaldo (AC Milan) juga sedih karena sudah tua bayaran turun jadi EUR1.000.000, Robinho (Real Madrid) masih senang karena bayarannya naik jadi EUR3.000.000. Lalu, bercerita pula Antonio Claudio (Persija): ”Bayaranku masih stabil tahun depan Rp950.000.000,” katanya.

Kawan-kawanya kagum dan mengatakan berarti yang paling tajir di antara kita adalah Antonio kata mereka, dengan lesu darah Antonio menjelaskan kalau sembilan ratus lima puluh juta rupiah itu setara dengan EUR80.508 (delapan puluh ribu lima ratus delapan euro), dengan kurs 1 euro per Rp11.800. Serentak mereka teriak shiiit, peanut, berarti kau masih yang paling miskin di antara kita kata mereka, apa kamu bisa hidup dengan jumlah itu? Begitulah betapa rendahnya nilai rupiah saat ini akibat penulisan angka yang bubble selama ini. Oleh sebab itu, wacana redenominasi kalau dijalankan dapat mengangkat nilai rupiah setara dengan uang asing.

Selanjutnya, sehubungan dengan kesepakatan kerja sama ekonomi ASEAN mulai diberlakukan 2015, pada saat itu nilai mata uang antar negara ASEAN akan menjadi kebanggaan masing-masing bangsa dan mempengaruhi marwahnya dalam community itu. Apabila kita memasuki 2015 dengan kondisi sekarang, nilai rupiah adalah yang paling rendah di antara anggota ASEAN.

Kondisi ini jelas kurang membanggakan hati kita, tetapi apa boleh buat kita tidak bisa mengubahnya dengan cepat. Untuk sementara rupiah terpaksa merayap di antara mata uang ASEAN karena nilainya rendah sekali. Sebagai dampaknya orang Singapura cukup bawa 500 dolar Singapura untuk weekend ke Batam sudah mewah fasilitas akomodasi yang didapatnya.

Sementara orang Batam harus merogoh Rp5.000.000 untuk mendapatkan fasilitas yang sama di Singapura. Begitu juga bila orang Batam ke Kuala Lumpur atau Bangkok dia harus merogoh kocek jutaan rupiah baru bisa bepergian ke sana. Sementara mereka ke Batam cukup dengan ratusan atau ribuan saja sudah selesai urusan. Untuk menaikkan kebanggaan dan harga diri bangsa dalam bermata uang, tak ada jalan lain nilai rupiah harus disetarakan dulu dengan mata uang asing lainnya.

Pada harian Kompas terbitan 7 Juli 2010 halaman 23 memuat Laporan Keuangan (Lapkeu) Pemerintah RI posisi akhir tahun 2009, yang diterbitkan Menkeu RI. Pada posisi akhir 2009 nilai total neraca (Lapkeu RI) adalah Rp2.122.887.122.326.534 (dua ribu seratus dua puluh dua triliun delapan ratus delapan puluh tujuh miliar seratus dua puluh dua juta tiga ratus dua puluh enam ribu lima ratus tiga puluh empat rupiah).

Dengan pertumbuhan ekonomi lima persen sampai enam persen setahun maka jumlah tersebut akan terus meningkat. Sehingga, setelah dua ribu triliun selanjutnya mau dibilang berapa lagi. Kondisi ini tidak bisa dibiarkan terus, mestilah ada upaya memperbaikinya. Jalan perbaikan itu adalah redenominasi dengan mengurangi tiga nol di belakang angkanya.

Penulisan keuangan negara dalam angka yang begitu banyak (ribuan triliun) juga mengundang kesulitan wakil rakyat membahasnya ketika rapat DPR dengan pemerintah. Ketika pembahasan APBN banyak wakil rakyat yang kesulitan menggunakan kalkulator menghitung angka-angka anggaran, karena tak ada digit kalkulator yang menyediakan fasilitas mengetik angka sampai ribuan triliun.

Akhirnya, penyaji data mengambil kebijakan dengan menuliskan angka-angka APBN tersebut dalam ribuan atau jutaan, sehingga jumlah angka yang harus diketik tak begitu banyak karena sudah dikurangi tiga nol untuk ribuan atau enam nol untuk jutaan. Sebetulnya, apa yang dilakukan penyaji tadi adalah redenominasi dalam penulisan laporan keuangan, sehingga laporan keuangan lebih mudah dibaca karena disajikan lebih sederhana.

Harapan kita untuk menerapkan redenominasi ini, pemerintah dan Bank Indonesia (BI) serta legislatif dan yudikatif harus membuat perencanaan dan persiapan matang. Diawali dengan kesepakatan bersama untuk satu kata, bahwa program ini sangat bermanfaat dijalankan demi bangsa dan negara. Maka tahapan program harus jelas mulai dari persiapan sosialisasi, evaluasi, dan implementasi yang didahului dengan masa transisi harus dipahami betul oleh masyarakat, supaya tak menimbulkan kebingungan di tengah masyarakat.

Beberapa negara telah sukses melaksanakannya seperti Turki, Rumania, dan Rusia. Dalam waktu dekat Korea Selatan akan melaksanakan program yang sama karena penulisan mata uangnya saat ini juga kebesaran. Reaksi penolakan dari beberapa anggota masyarakat menunjukan, mereka belum memahami apa yang dimaksud dan apa manfaat redenominasi itu. Kalau mereka sudah mengerti tentulah dia akan berpendapat berbeda, siapa yang tidak ingin duduk sama rendah dan tegak sama tinggi dengan tetangga ASEAN lainnya. Sebetulnya, ide redenominasi ini sudah ada sejak sepuluh tahun yang lalu ketika itu Menkeu RI adalah Fuad Bawazir (sesuai pengakuan yang bersangkutan di Metro TV).

Uzersyah Sutan Batuah
Pengamat ekonomi perbankan berdomisili di Batam

No comments:

Post a Comment

Related Posts with Thumbnails

Entri Populer