Oleh Tole
Beberapa hari belakangan ini, nama Pomalaa menghiasi media massa seiring pemberitaan tentang penyanderaan awak kapal Sinar Kudus oleh perompak Somalia. Kapal Sinar Kudus berangkat dari Pelabuhan Tambang Pomalaa mengangkut ferronickel senilai Rp 1,4 triliun.
Pomalaa, sebuah kecamatan kaya penghasil nikel di Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara, terletak di jantung Pulau Sulawesi dan berbatasan dengan dua provinsi lainnya: Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah.
Sejarah Pomalaa sebagai daerah pertambangan dimulai sejak penemuan bijih nikel di sana pada 1909 oleh EC Abendanon, ahli geologi Belanda. Pada 1934, perusahan Oost Borneo Maatschappij (OBM) dan Bone Tole Maatschappij melakukan eksplorasi nikel pertama di Pomalaa.
Pada 1938, OBM mengapalkan 150 ribu ton hasil tambang Pomalaa ke Jepang. Pemerintah RI mengambil alih pertambangan Pomalaa setelah kemerdekaan dan mendirikan PT Pertambangan Nikel Indonesia (PNI).
Ketika Sulawesi Tenggara memisahkan diri dari Sulawesi Selatan, nikel pun menjadi sumber daya alam andalan provinsi baru ini. Logo provinsi yang terbentuk pada 27 April 1964 ini berupa warna coklat sebagai lambang tanah yang mengandung nikel di Kabupaten Kolaka.
Pada 5 Juli 1968, PNI dilebur bersama enam perusahaan negara lainnya ke dalam PT Aneka Tambang, biasa disebut Antam. Pengelolaan tambang nikel di Pomalaa pun berada di bawah Antam, sampai sekarang.
Antam menguasai lebih dari 8.000 hektare lahan pertambangan di Pomalaa. Selain nikel, Pomalaa juga menghasilkan produk ikutan ferronickel (Fe-Ni) yang merupakan paduan logam antara nikel dan besi. Tujuan ekspor nikel antara lain ke Jepang dan Australia. Sementara Fe-Ni dijual ke Jerman, Inggris, Belgia dan Jepang.
--
No comments:
Post a Comment