JAKARTA - Mengerjakan sesuatu dengan hati bisa memberikan hasil maksimal, apalagi didasari niat mulia membahagiakan keluarga. Walaupun hanya dengan modal terbatas, kegigihan mampu menghasilkan kesuksesan.
Salah satunya dilakukan Erik Kadarman Subarna. Langkahnya mantap ketika memutuskan berhenti dari rutinitas kantornya sebagai operation manager di sebuah perusahaan raksasa berskala nasional.Walau sempat dibilang tak mengindahkan akal sehat,Erik nekat menjadi entrepreneur dengan membuka depot burger di pinggir jalan. Apa yang melatarbelakangi Erik membuka bisnis makanan atau burger? Sangat sederhana.
Pria kelahiran Jakarta 22 Januari 1973 ini hanya menjalankan sebuah bisnis sesuai dengan hobinya, yaitu memasak. Kala itu, Erik pun menyadari bahwa bisnis yang akan dijalaninya kelak tidak akan terlepas dari masa-masa sulit dan jatuh bangun. Maka itu, apa yang disajikan kepada para pelanggannya adalah hasil karya sepenuh hati dan ucapan terima kasihnya hingga mencapai kesuksesan sampai saat ini. Ayah beranak dua ini menceritakan kisah perjuangan yang telah dilewatinya. Terbatasnya waktu yang bisa diberikan untuk keluarga, serta keadaan yang tidak memungkinkan pada saat itu,adalah alasan yang memaksa Erik untuk terjun langsung ke dalam bisnis makanan.
“Kebutuhan harus selalu dipenuhi, dan saya harus memutar otak untuk itu. Untuk keluarga saya,” ujar Erik belum lama ini.
Dengan meninggalkan atribut sebagai manajer di salah satu perusahaan terkemuka, Erik mengaku pada saat itu dirinya tidak bisa lagi mengharapkan penghasilan dari pekerjaan sebagai manajer di perusahaan yang ditinggalkannya tersebut maupun di tempat lain. Setelah pengunduran dirinya, pria lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti ini kemudian berdiskusi dengan sang istri mengenai ke mana akan dibawa modal yang mereka miliki,dan akan dikelola seperti apa ke depannya. Erik mengatakan bahwa saat itu istrinya ingin melanjutkan pendidikan tata busana dengan tujuan memfasihkan kemampuannya menggambar desain pakaian dan membuka usaha jahit kecil-kecilan nantinya.
Erik pun mendukung apa yang istrinya impikan.Dengan uang sebesar Rp17 juta yang ia miliki pada saat itu,Erik memberikan sebesar Rp10 juta rupiah kepada istrinya untuk membiayai pendidikan tata busana saat itu, sedangkan sisanya sebesar Rp7 juta digunakan Erik untuk membuka bisnisnya sendiri. Berawal dari situlah, Erik memberanikan diri membuka sebuah depot burger pinggir jalan miliknya. Dengan membidik tren baru di dunia kuliner, di mana para pencinta makanan sudah mulai bosan dengan nasi dan mencari penggantinya seperti roti, Erik mendapatkan ide untuk memulai bisnis makanannya.
Roti isi daging atau lebih dikenal burger pada saat itu mulai digemari para penikmat kuliner dan Erik pun mantap membuka depot burger di pinggir jalan. Terletak di Barito, daerah Blok M,Jakarta Selatan dengan depot sebesar 2x1 meter, Burger Blenger pun memulai debutnya pada 2004. Berasal dari bahasa Jawa, blenger memiliki ‘arti makan sampai kenyang atau kekenyangan’. Kata itu mewakili produk dari segi ukuran serta rasa yang berbeda dari burger lainnya.“Saya ingin menjual produk yang berkualitas, karena saya sangat serius menangani bisnis ini,” ujar pria yang tidak ingin membuka cabang di luar kota ini. Ketika itu, Erik masih menjadi seorang karyawan yang masih mempunyai tanggung jawab untuk menyelesaikan pekerjaannya terlebih dahulu sebelum menjual Burger Blenger.
Tidak terlepas dari kata persaingan, pria yang mengaku sempat mengalami masa-masa kesulitan untuk beradaptasi pada 2005 ini,menganggap persaingan sebagai pemacu dirinya untuk memberikan yang lebih baik lagi bagi para pelanggan setianya. Pada 2006, terdapat beberapa produk serupa yang meniru usaha miliknya Burger Blenger,tentunya dengan kualitas yang berbeda.“Di satu sisi, saya merasa hal tersebut bisa mengecewakan pelanggan karenamerekapikirituadalahproduk yang sama dengan Blenger. Namun dengan itu, pelanggan bisa merasakan mana yang benar- benar memiliki kualitas,bukan hanya sekadar ikut-ikutan,” ujar Erik.
Seperti yang dikatakan pemilik Burger Blenger yang telah tersebar di empat daerah di Jakarta ini, visi dari Burger Blenger itu sendiri adalah menjadi merek lokal dengan produk yang mengutamakan kualitas dan harga murah serta terjangkau. “Saya ingin membawa konsep makanan hotel, terjun ke pinggir jalan dan bisa dinikmati semua kalangan.”Setelah melakukan beberapa inovasi hingga kini, terdapat beberapa varian Burger Blenger yang ditawarkan seperti Cheese Burger, Beef Burger, Chilli Dog, Cheesy Dog,dan Chilli Dog XL.
Berbicara mengenai kesuksesan Erik saat ini, tiap harinya Burger Blenger menjual 5.000 piece burger, dengan rata-rata harga Rp12.000; dan jika dikalikan omzet per harinya, Burger Blenger mencapai Rp60 juta per hari dan sebulan sebesar Rp1,8 miliar.“Saya sangat mensyukuri apa yang saya miliki saat ini. Dan, berusaha untuk tidak ngoyo melakukan sesuatu di luar batas saya,”tambahnya.
Saat ini Erik memiliki karyawan sebanyak 75 orang di seluruh gerai yang tersebar di Jakarta. Erik pun berbagi tips bagi siapa saja yang ingin memulai bisnis dan bisa berhasil seperti dirinya saat ini. Jangan takut untuk berusaha, jadikan kegagalan sebagai pelajaran dan cambuk agar lebih baik dari sebelumnya.
Jangan tunda keinginan untuk berusaha, karena memulai lebih awal lebih baik daripada hanya beranganangan semata. “Jangan takut gagal.Kegagalan merupakan suatu proses dan keberhasilan itu sendiri adalah proses akhir dari apa yang kita lakukan.”
(Koran SI/Koran SI/wdi)
No comments:
Post a Comment