Komunitas Mahasiswa Kota Singkawang Yogyakarta menggelar makan ketupat sebanyak 15 ribu buah. Saat ini, semuanya sedang dipersiapkan. Sejumlah pengayam ketupat sudah diperintahkan untuk membuat ketupat tersebut. “Sebanyak 15 ribu ketupat itu akan dimakan secara bersama-sama secara gratis. Ketupat ini makan bersama lauknya,” kata Ketua Panitia Pelaksana yang juga Ketua Komasi Yogyakarta, Eka Juniawan, kepada Pontianak Post, kemarin. Makan ketupat tersebut akan dilaksanakan 18-19 Spetember 2010 dipusatkan di halaman mess daerah Singkawang. “Ide awalnya sejak awal tahun lalu. Lalu kita komunikasikan dengan sejumlah tokoh di Singkawang dan direspon dengan baik, akhirnya diwujudkanlah seperti ini,” katanya.
Dia mengatakan, targetnya adalah pemecahan rekor MURI makan ketupat terbanyak. Dijelaskan, antara makan ketupat asli dengan ketupat terbesar yang dipajang di mess daerah sangatlah berbeda. “Kalau itu hanya berbentuk ketupat. Sementara kita benar-benar asli ketupat dan kita makan bereng,” katanya. Makan bareng tersebut, bentuk silaturahmi dalam bulan Syawal. “Selain itu, kita juga akan mengundang seluruh kesultanan di Kalbar ini,” ujarnya mahasiswa magister UGM ini. Gawe ini, adalah melengkapi khasanah budaya Melayu yang selama ini nyaris tak terdengar lagi di Kota Singkawang. “Acara ini kita sebut tumpahan sallok. Kita berharap, tumpahan salok tersebut sukses,” katanya. Kata Eka, elemen masyarakat memberikan respon positif termasuk MABM (Majelis Adat Budaya Melayu) dan elemen lainnya.
Ketua panitia pengarah, Aan memberikan penjelasan, samprahan dalam budaya Melayu nyaris luntur dan makan bersama-sama ketupat merupakan budaya Melayu. “Kita sudah mengecek ke tokoh-tokoh Melayu yang ada. Kita tanyakan soal tujuh hari setelah idul fitri. Mereka bilang itu adalah budaya Melayu, dan kita wujudkan semuanya,” kata Aan. Kedepan, tumpahan salok dengan makan ketupat tersebut secara bersama-sama dan gratis bisa dijadikan agenda tetap kalender pariwisata Kota Singkawang bahkan nasional yang mampu menarik minat wisatawan dalam maupun luar negeri datang ke Kota Singkawang. “Singkawang tak hanya memiliki cap go meh, naik dango, tapi juga tumpahan sallok dengan makan ketupat,” katanya.
Dia mengatakan, targetnya adalah pemecahan rekor MURI makan ketupat terbanyak. Dijelaskan, antara makan ketupat asli dengan ketupat terbesar yang dipajang di mess daerah sangatlah berbeda. “Kalau itu hanya berbentuk ketupat. Sementara kita benar-benar asli ketupat dan kita makan bereng,” katanya. Makan bareng tersebut, bentuk silaturahmi dalam bulan Syawal. “Selain itu, kita juga akan mengundang seluruh kesultanan di Kalbar ini,” ujarnya mahasiswa magister UGM ini. Gawe ini, adalah melengkapi khasanah budaya Melayu yang selama ini nyaris tak terdengar lagi di Kota Singkawang. “Acara ini kita sebut tumpahan sallok. Kita berharap, tumpahan salok tersebut sukses,” katanya. Kata Eka, elemen masyarakat memberikan respon positif termasuk MABM (Majelis Adat Budaya Melayu) dan elemen lainnya.
Ketua panitia pengarah, Aan memberikan penjelasan, samprahan dalam budaya Melayu nyaris luntur dan makan bersama-sama ketupat merupakan budaya Melayu. “Kita sudah mengecek ke tokoh-tokoh Melayu yang ada. Kita tanyakan soal tujuh hari setelah idul fitri. Mereka bilang itu adalah budaya Melayu, dan kita wujudkan semuanya,” kata Aan. Kedepan, tumpahan salok dengan makan ketupat tersebut secara bersama-sama dan gratis bisa dijadikan agenda tetap kalender pariwisata Kota Singkawang bahkan nasional yang mampu menarik minat wisatawan dalam maupun luar negeri datang ke Kota Singkawang. “Singkawang tak hanya memiliki cap go meh, naik dango, tapi juga tumpahan sallok dengan makan ketupat,” katanya.
No comments:
Post a Comment